Kelompok Kamboja
Ami Nur Dianah
Dimas Aryo
Anandito
Dinda Khairunissa
Khairunnisa
Fadhilah
Ni Komang Intan
D.M
Oktavia Sabiela
BAB
1
PENDAHULUAN
1.
Latar
Belakang Masalah
Dalam suatu organisasi atau dalam
masyarakat pasti ada seseorang yang menjadi pemimpin untuk mengatur dan
mengelola segala sesuatu yang memang diperlukan dalam sebuah organisasi.
Bagaimana individu tersebut menjalani peranannya sebagai leader dalam organisasi tersebut. Peranan leader atau pemimpin, harus mempunyai kulifikasi jiwa kepemimpinan
yang mampu mempengaruhi orang lain dalam melakukan aktivitas atau kegiatan yang
berkaitan dengan tujuan terbentuknya sebuah organisasi tersebut. Cara alamiah mempelajari
kepemimpinan adalah "melakukannya dalam kerja" dengan praktik seperti
pemagangan pada seorang seniman ahli, pengrajin, atau praktisi. Dalam hubungan
ini sang ahli diharapkan sebagai bagian dari peranya memberikan
pengajaran/instruksi, yang dapat membuat orang lain mengerti maksud dan
tujuannya serta dapat membuat orang lain berperilaku sesuai yang di butuhkan
dalam suatu organisasi.
2.
Rumusan Masalah
1.
Definisi leadership atau kepemimpinan
2.
Model leadership atau kepemimpinan
3.
Fungsi leadership atau kepemimpinan
BAB
II
A. LANDASAN TEORI
1.
Definisi
leadership atau
kepemimpinan
Gaya kepemimpinan
menurut Thoha dalam Sudarmiani (2009: 41) adalah : norma perilaku yang
digunakan seseorang pada saat orang tersebut mencoba mempengaruhi perilaku
orang lain seperti yang ia lihat. Gaya kepemimpinan mempengaruhi pola perilaku
seorang pemimpin saat mempengaruhi anak buahnya, apa yang dipilih oleh pemimpin
untuk dikerjakan, dan cara pemimpin bertindak dalam mempengaruhi anggota
kelompok membentuk gaya kepemimpinannya (Malawi, 2010: 55). Teori tentang gaya
kepemimpinan ada tiga, yaitu:
Teori sifat (the trait theories)
Menurut Sutisna dalam Sudarmiani (2009:
42) teori sifat menunjuk pada sifat-sifat tertentu, seperti kekuatan fisik atau
keramahan yang esensial pada kepemimpinan yang efektif. Teori ini menyarankan
beberapa syarat yang harus dimiliki pemimpin yaitu: kekuatan fisik dan susunan
syaraf, penghayatan terhadap arah dan tujuan, antusiasme, keramah tamahan,
integritas, keahlian teknis, kemampuan mengambil keputusan, intelegensi,
ketrampilan memimpin, dan kepercayaan (Tead dalam Malawi, 2010: 56).
Teori perilaku (the behaviour theories)
Teori ini memfokuskan dan
mengidentifikasikan perilaku yang khas dari pemimpin dalam kegiatannya
mempengaruhi orang lain (pengikut). Berdasarkan teori perilaku, macam-macam
gaya kepemimpinan yaitu:
a.
Studi kepemimpinan universitas IOWA yang
dilakukan oleh Ronald Lippit dan K. White menghasilkan tiga gaya kepemimpinan
yaitu:
-
Otoriter: kemampuan mempengaruhi orang
lain agar bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan oleh
pimpinan.
-
Demokratis: kemampuan mempengaruhi orang
lain agar bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh
pimpinan dan bawahan secara bersama-sama.
-
Kebebasan: kemampuan mempengaruhi orang
lain agar bersedia bekerjasama untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dan
diserahkan pada bawahan.
b.
Studi OHIO
Ada empat gaya kepemimpinan berdasarkan
pernyataan Hersey dan Blancard yaitu:
-
Telling: banyak memberi perintah tetapi
sedikit memberi semangat.
-
Selling: banyak memberi perintah dan
semangat.
-
Participating: sedikit memberi perintah
tetapi banyak memberi semangat.
-
Delegating: sedikit memberi perintah dan
semangat.
c.
Studi Michigan
Peneliti dari universitas Michigan
menemukan dua macam gaya kepemimpinan yaitu:
-
The job-centered: berpusat pada pekerjaan
yang sangat memperhatikan produksi dan aspek-aspek teknik kerja
-
The employee-centered: berpusat pada
pegawai yang sangat menghargai pegawai, memperhatikan kesejahteraan, dan kesehatan
pegawai.
d.
Manajerial grid (jaringan manajerial)
Penelitian ini dilakukan oleh Robert R.
Blake dan James S. Mouton yang menyatakan ada dua macam gaya kepemimpinan
yaitu:
-
Concern for production: perhatian pada produksi yang menekankan pada mutu keputusan, prosedur,
kualitas pelayanan staff, efisiensi kerja, dan jumlah pengeluaran.
-
Concern for people: perhatian pada orang yang menekankan perhatian untuk karyawannya.
e.
Sistem kepemimpinan Likert
Likert mengembangkan teori kepemimpinan
dua dimensi yaitu berorientasi tugas dan berorientasi individu. Emapat sistem
kepemimpinan menurut Likert adalah:
-
Sistem 1: pemimpin sangat otokratis.
Memiliki sedikit kepercayaan pada bawahannya dan suka mengeksploitasi bawahan.
Pemimpin juga sering memberi hukuman.
-
Sistem 2: pemimpin otokratis yang baik
hati. Pemimpin mendengae pendapat dari bawahan, memotivasi dengan hadiah dan
hukuman, tetapi bawahan masih merasa tidak bebas membicarakan pekerjaan dengan
atasan.
-
Sistem 3: pemimpin mempunyai sedikit
kepercayaan pada bawahan. Pemimpin melakukan sedikit partisipasi sehingga
bawahan merasa sedikit bebas membicarakan pekerjaan dengan atasan.
-
Sistem 4: pemimpin bergaya kelompok
partisipatif. Pemimpin mempunyai kepercayaan yang sempurna terhadap bawahan,
mempersilahkan bawahan untuk menyampaikan ide-ide inovasi sehingga bawahan
merasa bebas membicarakan pekerjaan dengan atasan.
Teori Situasional
Teori ini menitikberatkan pada berbagai
gaya kepemimpinan yang paling efektif diterapkan dalam situasi tertentu. Gaya
kepemimpinan berdasarkan teori situasional adalah:
a.
Teori kepemimpinan kontingensi
Teori ini dikembangkan oleh Fiedler dan
Chemers yang menyatakan bahwa seseorang yang menjadi pemimpin bukan hanya
karena faktor kepribadian yang dimiliki, tetapi juga faktor situasi dan saling
hubungan antara pemimpin dengan situasi. Ada dua gaya kepemimpinan menurut
teori ini, yaitu:
-
Gaya kepemimpinan yang mengutamakan tugas
-
Gaya kepemimpinan yang mengutamakan
hubungan kemanusiaan
Tiga faktor yang mempengaruhi gaya kepemimpinan yaitu:
1)
Hubungan antara pemimpin dengan anggota
2)
Variabel struktur tugas dalam situasi
kerja. Tugas yang berstruktur adalah tugas yang memiliki prosedur berupa
langkah-langkah untuk penyelesaian tugas itu telah tersedia.
3)
Variabel kekuasaan karena posisi pimpinan
(Fattah, 2006: 96)
b.
Teori kepemimpinan tiga dimensi
Teori ini dikemukakan oleh Reddin yang
merumuskan empat kelompok gaya dasar kepemimpinan yaitu:
-
Separated: pemisah
-
Dedicated: pengabdi
-
Related: penghubung
-
Integrated: terpadu
c.
Teori kepemimpinan situasional
Konsep kepemimpinan situasional pertama
kali dirumuskan oleh Paul Hersey dan Kenneth Blancard yang merupakan
pengembangan dari teori kepemimpinan tiga dimensi yang didasarkan pada hubungan
antara tiga faktor yaitu peirlaku tugas, perilaku hubungan, dan kematangan.
Gaya kepemimpinan berdasarkan teori ini yaitu:
Ø Gaya mendikte (telling): diterapkan jika anak buah dalam tingkat
kematangan rendah dan memerlukan petunjuk serta pengawasan yang jelas.
Ø Gaya menjual (selling): diterapkan jika anak buah memiliki kemauan
untuk melakukan tugas tapi belum didukung oleh kemampuan yang memadai.
Ø Gaya melibatkan diri (participating): diterapkan jika anak buah memiliki
kemampuan tetapi kurang percaya diri.
Ø Gaya kendali bebas (delegating): diterapkan jika anak buah memiliki
kemampuan yang tinggi dalam mengerjakan tugas sehingga dapat diberikan tanggung
jawab secara penuh.
Berdasarkan
definisi-definisi di atas, kepemimpinan memiliki beberapa implikasi. Antara
lain:
Pertama: kepemimpinan berarti melibatkan orang atau pihak lain, yaitu para karyawan atau bawahan (followers). Para karyawan atau bawahan harus memiliki kemauan untuk menerima arahan dari pemimpin. Walaupun demikian, tanpa adanya karyawan atau bawahan, kepemimpinan tidak akan ada juga.
Kedua: seorang pemimpin yang efektif adalah seseorang yang dengan kekuasaannya (his or herpower) mampu menggugah pengikutnya untuk mencapai kinerja yang memuaskan. Menurut French dan Raven (1968), kekuasaan yang dimiliki oleh para pemimpin dapat bersumber dari:
a.
Reward power, yang didasarkan atas persepsi bawahan
bahwa pemimpin mempunyai kemampuan dan sumberdaya untuk memberikan penghargaan
kepada bawahan yang mengikuti arahan-arahan pemimpinnya.
b.
Coercive power, yang didasarkan atas persepsi bawahan
bahwa pemimpin mempunyai kemampuan memberikan hukuman bagi bawahan yang tidak
mengikuti arahan-arahan pemimpinnya.
c.
Legitimate power, yang didasarkan atas persepsi
bawahan bahwa pemimpin mempunyai hak untuk menggunakan pengaruh dan otoritas
yang dimilikinya.
d.
Referent power, yang didasarkan atas identifikasi
(pengenalan) bawahan terhadap sosok pemimpin. Para pemimpin dapat menggunakan
pengaruhnya karena karakteristik pribadinya, reputasinya atau karismanya.
e.
Expert power, yang didasarkan atas persepsi bawahan
bahwa pemimpin adalah seeorang yang memiliki kompetensi dan mempunyai keahlian
dalam bidangnya.
Para pemimpin dapat menggunakan bentuk-bentuk
kekuasaan atau kekuatan yang berbeda untuk mempengaruhi perilaku bawahan dalam
berbagai situasi.
Ketiga: kepemimpinan
harus memiliki kejujuran terhadap diri sendiri (integrity), sikap
bertanggungjawab yang tulus (compassion), pengetahuan (cognizance), keberanian
bertindak sesuai dengan keyakinan (commitment), kepercayaan pada diri sendiri
dan orang lain (confidence) dan kemampuan untuk meyakinkan orang lain
(communication) dalam membangun organisasi. Walaupun kepemimpinan (leadership)
seringkali disamakan dengan manajemen (management), kedua konsep tersebut
berbeda.
Perbedaan antara pemimpin dan manajer dinyatakan secara jelas oleh Bennis
and Nanus (1995). Pemimpin berfokus pada mengerjakan yang benar
sedangkan manajer memusatkan perhatian pada mengerjakan secara tepat ("managers
are people who do things right and leaders are people who do the right thing,
"). Kepemimpinan memastikan tangga yang kita daki bersandar pada
tembok secara tepat, sedangkan manajemen mengusahakan agar kita mendaki tangga
seefisien mungkin.
2.
Model-Model Kepemimpinan
Banyak studi mengenai kecakapan kepemimpinan (leadership skills) yang
dibahas dari berbagai perspektif yang telah dilakukan oleh para peneliti.
Analisis awal tentang kepemimpinan, dari tahun 1900-an hingga tahun 1950-an,
memfokuskan perhatian pada perbedaan karakteristik antara pemimpin (leaders)
dan pengikut/karyawan (followers). Karena hasil penelitian pada saat periode
tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat satu pun sifat atau watak (trait)
atau kombinasi sifat atau watak yang dapat menerangkan sepenuhnya tentang
kemampuan para pemimpin, maka perhatian para peneliti bergeser pada masalah
pengaruh situasi terhadap kemampuan dan tingkah laku para pemimpin.
Studi-studi kepemimpinan selanjutnya berfokus pada tingkah laku yang
diperagakan oleh para pemimpin yang efektif. Untuk memahami faktor-faktor apa
saja yang mempengaruhi tingkah laku para pemimpin yang efektif, para peneliti
menggunakan model kontingensi (contingency model). Dengan model kontingensi
tersebut para peneliti menguji keterkaitan antara watak pribadi,
variabel-variabel situasi dan keefektifan pemimpin.
Studi-studi tentang kepemimpinan pada tahun 1970-an dan 1980-an, sekali
lagi memfokuskan perhatiannya kepada karakteristik individual para pemimpin
yang mempengaruhi keefektifan mereka dan keberhasilan organisasi yang mereka
pimpin. Hasil-hasil penelitian pada periode tahun 1970-an dan 1980-an mengarah
kepada kesimpulan bahwa pemimpin dan kepemimpinan adalah persoalan yang sangat
penting untuk dipelajari (crucial), namun kedua hal tersebut disadari sebagai
komponen organisasi yang sangat komplek.
Dalam perkembangannya, model yang relatif baru dalam studi kepemimpinan
disebut sebagai model kepemimpinan transformasional. Model ini dianggap sebagai
model yang terbaik dalam menjelaskan karakteristik pemimpin. Konsep
kepemimpinan transformasional ini mengintegrasikan ide-ide yang dikembangkan
dalam pendekatan watak, gaya dan kontingensi.
Berikut ini akan dibahas tentang perkembangan pemikiran ahli-ahli manajemen
mengenai model-model kepemimpinan yang ada dalam literatur.
a.
Model Watak Kepemimpinan (Traits Model of Leadership)
Pada umumnya studi-studi
kepemimpinan pada tahap awal mencoba meneliti tentang watak individu yang
melekat pada diri para pemimpin, seperti misalnya: kecerdasan, kejujuran, kematangan,
ketegasan, kecakapan berbicara, kesupelan dalam bergaul, status sosial ekonomi mereka
dan lain-lain (Bass 1960, Stogdill 1974).
Stogdill
(1974) menyatakan bahwa terdapat enam kategori faktor pribadi
yang membedakan antara pemimpin dan pengikut, yaitu kapasitas, prestasi,
tanggung jawab, partisipasi, status dan situasi. Namun demikian banyak studi
yang menunjukkan bahwa faktor-faktor yang membedakan antara pemimpin dan
pengikut dalam satu studi tidak konsisten dan tidak didukung dengan hasil-hasil
studi yang lain. Disamping itu, watak pribadi bukanlah faktor yang dominant
dalam menentukan keberhasilan kinerja manajerial para pemimpin. Hingga tahun
1950-an, lebih dari 100 studi yang telah dilakukan untuk mengidentifikasi watak
atau sifat personal yang dibutuhkan oleh pemimpin yang baik, dan dari
studi-studi tersebut dinyatakan bahwa hubungan antara karakteristik watak
dengan efektifitas kepemimpinan, walaupun positif, tetapi tingkat
signifikasinya sangat rendah (Stogdill 1970).
Bukti-bukti yang ada menyarankan
bahwa "leadership is a relation that exists between persons in a
social situation, and that persons who are leaders in one situation may not
necessarily be leaders in other situation" (Stogdill 1970). Apabila
kepemimpinan didasarkan pada faktor situasi, maka pengaruh watak yang dimiliki
oleh para pemimpin mempunyai pengaruh yang tidak signifikan. Kegagalan
studi-studi tentang kepimpinan pada periode awal ini, yang tidak berhasil
meyakinkan adanya hubungan yang jelas antara watak pribadi pemimpin dan kepemimpinan,
membuat para peneliti untuk mencari faktor-faktor lain (selain faktor watak),
seperti misalnya faktor situasi, yang diharapkan dapat secara jelas menerangkan
perbedaan karakteristik antara pemimpin dan pengikut.
b.
Model Kepemimpinan Situasional (Model of Situasional
Leadership)
Model kepemimpinan situasional
merupakan pengembangan model watak kepemimpinan dengan fokus utama faktor
situasi sebagai variabel penentu kemampuan kepemimpinan. Studi tentang
kepemimpinan situasional mencoba mengidentifikasi karakteristik situasi atau
keadaan sebagai faktor penentu utama yang membuat seorang pemimpin berhasil
melaksanakan tugas-tugas organisasi secara efektif dan efisien. Dan juga model
ini membahas aspek kepemimpinan lebih berdasarkan fungsinya, bukan lagi hanya
berdasarkan watak kepribadian pemimpin.
Hencley
(1973) menyatakan bahwa faktor situasi lebih menentukan keberhasilan seorang
pemimpin dibandingkan dengan watak pribadinya. Menurut pendekatan kepemimpinan
situasional ini, seseorang bisa dianggap sebagai pemimpin atau pengikut
tergantung pada situasi atau keadaan yang dihadapi. Banyak studi yang mencoba
untuk mengidentifikasi karakteristik situasi khusus yang bagaimana yang
mempengaruhi kinerja para pemimpin. Hoy dan Miskel (1987), misalnya,
menyatakan bahwa terdapat empat faktor yang mempengaruhi kinerja pemimpin,
yaitu sifat struktural organisasi (structural properties of the organisation),
iklim atau lingkungan organisasi (organisational climate), karakteristik tugas
atau peran (role characteristics) dan karakteristik bawahan (subordinate
characteristics). Kajian model kepemimpinan situasional lebih menjelaskan
fenomena kepemimpinan dibandingkan dengan model terdahulu. Namun demikian model
ini masih dianggap belum memadai karena model ini tidak dapat memprediksikan
kecakapan kepemimpinan (leadership skills) yang mana yang lebih efektif dalam
situasi tertentu.
c. Model Pemimpin yang Efektif (Model of
Effective Leaders)
Model kajian kepemimpinan ini
memberikan informasi tentang tipe-tipe tingkah laku (types of behaviours) para
pemimpin yang efektif. Tingkah laku para pemimpin dapat dikatagorikan menjadi
dua dimensi, yaitu struktur kelembagaan (initiating structure) dan konsiderasi
(consideration). Dimensi struktur kelembagaan menggambarkan sampai sejauh mana
para pemimpin mendefinisikan dan menyusun interaksi kelompok dalam rangka
pencapaian tujuan organisasi serta sampai sejauh mana para pemimpin
mengorganisasikan kegiatan-kegiatan kelompok mereka. Dimensi ini dikaitkan
dengan usaha para pemimpin mencapai tujuan organisasi. Dimensi konsiderasi
menggambarkan sampai sejauh mana tingkat hubungan kerja antara pemimpin dan
bawahannya, dan sampai sejauh mana pemimpin memperhatikan kebutuhan sosial dan
emosi bagi bawahan seperti misalnya kebutuhan akan pengakuan, kepuasan kerja
dan penghargaan yang mempengaruhi kinerja mereka dalam organisasi. Dimensi
konsiderasi ini juga dikaitkan dengan adanya pendekatan kepemimpinan yang
mengutamakan komunikasi dua arah, partisipasi dan hubungan manusiawi (human
relations).
Halpin (1966), Blake and Mouton (1985) menyatakan bahwa tingkah laku pemimpin yang efektif cenderung menunjukkan kinerja yang tinggi terhadap dua aspek di atas. Mereka berpendapat bahwa pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang menata kelembagaan organisasinya secara sangat terstruktur, dan mempunyai hubungan yang persahabatan yang sangat baik, saling percaya, saling menghargai dan senantiasa hangat dengan bawahannya. Secara ringkas, model kepemimpinan efektif ini mendukung anggapan bahwa pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang dapat menangani kedua aspek organisasi dan manusia sekaligus dalam organisasinya.
Halpin (1966), Blake and Mouton (1985) menyatakan bahwa tingkah laku pemimpin yang efektif cenderung menunjukkan kinerja yang tinggi terhadap dua aspek di atas. Mereka berpendapat bahwa pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang menata kelembagaan organisasinya secara sangat terstruktur, dan mempunyai hubungan yang persahabatan yang sangat baik, saling percaya, saling menghargai dan senantiasa hangat dengan bawahannya. Secara ringkas, model kepemimpinan efektif ini mendukung anggapan bahwa pemimpin yang efektif adalah pemimpin yang dapat menangani kedua aspek organisasi dan manusia sekaligus dalam organisasinya.
d.
Model Kepemimpinan Kontingensi (Contingency Model)
Studi kepemimpinan jenis ini
memfokuskan perhatiannya pada kecocokan antara karakteristik watak pribadi
pemimpin, tingkah lakunya dan variabel-variabel situasional. Kalau model
kepemimpinan situasional berasumsi bahwa situasi yang berbeda membutuhkan tipe
kepemimpinan yang berbeda, maka model kepemimpinan kontingensi memfokuskan
perhatian yang lebih luas, yakni pada aspek-aspek keterkaitan antara kondisi
atau variabel situasional dengan watak atau tingkah laku dan kriteria kinerja
pemimpin (Hoy and Miskel 1987).
Model kepemimpinan Fiedler (1967)
disebut sebagai model kontingensi karena model tersebut beranggapan bahwa
kontribusi pemimpin terhadap efektifitas kinerja kelompok tergantung pada cara
atau gaya kepemimpinan (leadership style) dan kesesuaian situasi (the
favourableness of the situation) yang dihadapinya. Menurut Fiedler, ada tiga
faktor utama yang mempengaruhi kesesuaian situasi dan ketiga faktor ini
selanjutnya mempengaruhi keefektifan pemimpin. Ketiga faktor tersebut adalah
hubungan antara pemimpin dan bawahan (leader-member relations), struktur tugas
(the task structure) dan kekuatan posisi (position power).
Hubungan antara pemimpin dan bawahan
menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin itu dipercaya dan disukai oleh bawahan,
dan kemauan bawahan untuk mengikuti petunjuk pemimpin. Struktur tugas
menjelaskan sampai sejauh mana tugas-tugas dalam organisasi didefinisikan
secara jelas dan sampai sejauh mana definisi tugas-tugas tersebut dilengkapi
dengan petunjuk yang rinci dan prosedur yang baku. Kekuatan posisi menjelaskan
sampai sejauh mana kekuatan atau kekuasaan yang dimiliki oleh pemimpin karena
posisinya diterapkan dalam organisasi untuk menanamkan rasa memiliki akan arti
penting dan nilai dari tugas-tugas mereka masing-masing. Kekuatan posisi juga
menjelaskan sampai sejauh mana pemimpin (misalnya) menggunakan otoritasnya
dalam memberikan hukuman dan penghargaan, promosi dan penurunan pangkat
(demotions).Model kontingensi yang lain, Path-Goal Theory, berpendapat bahwa
efektifitas pemimpin ditentukan oleh interaksi antara tingkah laku pemimpin
dengan karakteristik situasi (House 1971). Menurut House, tingkah laku pemimpin
dapat dikelompokkan dalam 4 kelompok:
supportive
leadership (menunjukkan perhatian terhadap kesejahteraan bawahan dan menciptakan
iklim kerja yang bersahabat), directive leadership (mengarahkan
bawahan untuk bekerja sesuai dengan peraturan, prosedur dan petunjuk yang ada),participative
leadership (konsultasi dengan bawahan dalam pengambilan keputusan)
dan achievement-oriented leadership(menentukan tujuan organisasi
yang menantang dan menekankan perlunya kinerja yang memuaskan).
Menurut Path-Goal Theory, dua
variabel situasi yang sangat menentukan efektifitas pemimpin adalah
karakteristik pribadi para bawahan/karyawan dan lingkungan internal organisasi
seperti misalnya peraturan dan prosedur yang ada. Walaupun model kepemimpinan
kontingensi dianggap lebih sempurna dibandingkan modelmodel sebelumnya dalam
memahami aspek kepemimpinan dalam organisasi, namun demikian model ini belum
dapat menghasilkan klarifikasi yang jelas tentang kombinasi yang paling efektif
antara karakteristik pribadi, tingkah laku pemimpin dan variabel situasional.
e.
Model Kepemimpinan Transformasional (Model of
Transformational Leadership)
Model kepemimpinan transformasional
merupakan model yang relatif baru dalam studi-studi kepemimpinan. Burns (1978)
merupakan salah satu penggagas yang secara eksplisit mendefinisikan
kepemimpinan transformasional. Menurutnya, untuk memperoleh pemahaman yang
lebih baik tentang model kepemimpinan transformasional, model ini perlu
dipertentangkan dengan model kepemimpinan transaksional. Kepemimpinan
transaksional didasarkan pada otoritas birokrasi dan legitimasi di dalam
organisasi. Pemimpin transaksional pada hakekatnya menekankan bahwa seorang
pemimpin perlu menentukan apa yang perlu dilakukan para bawahannya untuk mencapai
tujuan organisasi. Disamping itu, pemimpin transaksional cenderung memfokuskan
diri pada penyelesaian tugas-tugas organisasi.
Untuk memotivasi agar bawahan
melakukan tanggungjawab mereka, para pemimpin transaksional sangat mengandalkan
pada sistem pemberian penghargaan dan hukuman kepada bawahannya. Sebaliknya,
Burns menyatakan bahwa model kepemimpinan transformasional pada hakekatnya
menekankan seorang pemimpin perlu memotivasi para bawahannya untuk melakukan
tanggungjawab mereka lebih dari yang mereka harapkan. Pemimpin transformasional
harus mampu mendefinisikan, mengkomunikasikan dan mengartikulasikan visi
organisasi, dan bawahan harus menerima dan mengakui kredibilitas pemimpinnya. Hater
dan Bass (1988) menyatakan bahwa "the dynamic of transformational
leadership involve strong personal identification with the leader, joining in a
shared vision of the future, or goingbeyond the self-interest exchange of
rewards for compliance". Dengan demikian, pemimpin transformasional
merupakan pemimpin yang karismatik dan mempunyai peran sentral dan strategis
dalam membawa organisasi mencapai tujuannya. Pemimpin transformasional juga
harusmempunyai kemampuan untuk menyamakan visi masa depan dengan bawahannya,
serta mempertinggi kebutuhan bawahan pada tingkat yang lebih tinggi dari pada
apa yang mereka butuhkan. Menurut Yammarino dan Bass (1990), pemimpin
transformasional harus mampu membujuk para bawahannya melakukan tugas-tugas
mereka melebihi kepentingan mereka sendiri demi kepentingan organisasi yang
lebih besar.
3. Fungsi-Fungsi
leadership atau kepemimpinan
Fungsi kepemimpinan menurut Hadari Nawawi memiliki dua dimensi yaitu:
1.
Dimensi yang berhubungan dengan tingkat kemampuan
mengarahkan dalam tindakan atau aktifitas pemimpin, yang terlihat pada
tanggapan orang-orang yang dipimpinya.
2.
Dimensi yang berkenaan dengan tingkat dukungan atau
keterlibatan orang-orang yang dipimpin dalam melaksnakan tugas-tugas pokok
kelompok atau organisasi, yang dijabarkan dan dimanifestasikan melalui
keputusan-keputusan dan kebijakan pemimpin.
Sehubungan dengan kedua dimensi tersebut, menurut
Hadari Nawawi, secara operasional dapat dibedakan lima fungsi pokok
kepemimpinan, yaitu:
a.
Fungsi
Instruktif.
Pemimpin berfungsi sebagai komunikator yang menentukan
apa (isi perintah), bagaimana (cara mengerjakan perintah), bilamana (waktu
memulai, melaksanakan dan melaporkan hasilnya), dan dimana (tempat mengerjakan
perintah) agar keputusan dapat diwujudkan secara efektif. Sehingga fungsi orang
yang dipimpin hanyalah melaksanakan perintah.
b.
Fungsi konsultatif.
Pemimpin dapat menggunakan fungsi konsultatif sebagai
komunikasi dua arah. Hal tersebut digunakan manakala pemimpin dalam usaha
menetapkan keputusan yang memerlukan bahan pertimbangan dan berkonsultasi
dengan orang-orang yang dipimpinnya.
c.
Fungsi Partisipasi.
Dalam menjaiankan fungsi partisipasi pemimpin berusaha
mengaktifkan orang-orang yang dipimpinnya, baik dalam pengambilan keputusan
maupun dalam melaksanakannya. Setiap anggota kelompok memperoleh kesempatan
yang sama untuk berpartisipasi dalam melaksanakan kegiatan yang dijabarkan dari
tugas-tugas pokok, sesuai dengan posisi masing-masing.
d.
Fungsi Delegasi
Dalam menjalankan fungsi delegasi, pemimpin memberikan
pelimpahan wewenang membuay atau menetapkan keputusan. Fungsi delegasi sebenarnya
adalah kepercayaan ssorang pemimpin kepada orang yang diberi kepercayaan untuk
pelimpahan wewenang dengan melaksanakannya secara bertanggungjawab. Fungsi
pendelegasian ini, harus diwujudkan karena kemajuan dan perkembangan kelompok
tidak mungkin diwujudkan oleh seorang pemimpin seorang diri.
e.
Fungsi Pengendalian.
Fungsi pengendalian berasumsi bahwa kepemimpinan yang
efektif harus mampu mengatur aktifitas anggotanya secara terarah dan dalam
koordinasi yang efektif, sehingga memungkinkan tercapainya tujuan bersama
secara maksimal. Dalam melaksanakan fungsi pengendalian, pemimpin dapat
mewujudkan melalui kegiatan bimbingan, pengarahan, koordinasi, dan pengawasan.
BAB
III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Pemimpin
adalah orang yang mempunyai kendali dalam pengambilan keputusan suatu
organisasi, pemimpin adalah dimana seseorang menggerakkan yang lain untuk
berpikir dan berbuat sesuai yang diinginkan. Bagaimana pemimpin memanejemen
atau mengatur segala proses pemanfaatan sumber daya manusia secara efektif, yang
didukung oleh sumber-sumber lainnya dalam suatu organisasi untuk mencapai
tujuan tertentu. Banyak pengertian dalam kepemimpinan yang dirumuskan dari
hasil penelitian. Pada dasarnya untuk memilih gaya kepemimpinan dibutuhkan
penyesuaian dengan situasi organisasi yang dipimpin.
Daftar
Pustaka
https://id.wikipedia.org/wiki/Kepemimpinan
Bass, B.M.,
1960, Leadership, Psychology and Organizational Behavior, Harper and Brothers,
New York.
Bennis, W.G.
and Nanus, B., 1985, Leaders: The Strategies for Taking Charge, Harper and Row,
New York.
Fiedler,
F.E., 1967, A Theory of Leadership Effectiveness, McGraw-Hill, New York.
Malawi,
Ibadullah (dkk). 2010. Profesi Kependidikan. Madiun: IKIP PGRI
Madiun.
Nawawi,
Hadari dan Martini Hadari. 2004. Kepemimpinan yang Efektif. Yogyakarta:
Gajah Mada University Press.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar