SEJARAH
PERKEMBANGAN KESEHATAN MENTAL
Setelah
Perang Dunia II, perhatian masyarakat mengenai kesehatan jiwa semakin
bertambah. Kesehatan mental bukan suatu hal yang baru bagi peradaban manusia.
Pepatah Yunani tentang mens sana in confore sano merupakan satu indikasi
bahwa masyarakat di zaman sebelum masehi pun sudah memperhatikan betapa
pentingnya aspek kesehatan mental.
Yang
tercatat dalam sejarah ilmu, khususnya di bidang kesehatan mental, kita dapat
memahami bahwa gangguan mental itu telah terjadi sejak awal peradaban manusia
dan sekaligus telah ada upaya-upaya mengatasinya sejalan dengan peradaban.
Untuk lebih lanjutnya, berikut dikemukakan secara singkat tentang sejarah
perkembangan kesehatan mental.
Seperti
juga psikologi yang mempelajari hidup kejiwaan manusia, dan memiliki usia sejak
adanya manusia di dunia, maka masalah kesehatan jiwa itupun telah ada sejak
beribu-ribu tahun yang lalu dalam bentuk pengetahuan yang sederhana.
Beratus-ratus
tahun yang lalu orang menduga bahwa penyebab penyakit mental adalah
syaitan-syaitan, roh-roh jahat dan dosa-dosa. Oleh karena itu para penderita
penyakit mental dimasukkan dalam penjara-penjara di bawah tanah atau dihukum
dan diikat erat-erat dengan rantai besi yang berat dan kuat. Namun, lambat laun
ada usaha-usaha kemanusiaan yang mengadakan perbaikan dalam menanggulangi
orang-orang yang terganggu mentalnya ini. Philippe Pinel di Perancis dan William
Tuke dari Inggris adalah salah satu contoh orang yang berjasa dalam mengatasi
dan menanggulangi orang-orang yang terkena penyakit mental. Masa-masa Pinel dan
Tuke ini selanjutnya dikenal dengan masa pra ilmiah karena hanya usaha dan
praksis yang mereka lakukan tanpa adanya teori-teori yang dikemukakan.[1]
Masa
selanjutnya adalah masa ilmiah, dimana tidak hanya praksis yang dilakukan
tetapi berbagai teori mengenai kesehatan mental dikemukakan. Masa ini
berkembang seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan alam di Eropa.
Dorothea
Dix merupakan seorang pionir wanita dalam usaha-usaha kemanusiaan berasal dari
Amerika. Ia berusaha menyembuhkan dan memelihara para penderita penyakit mental
dan orang-orang gila. Sangat banyak jasanya dalam memperluas dan memperbaiki
kondisi dari 32 rumah sakit jiwa di seluruh negara Amerika bahkan sampai ke
Eropa. Atas jasa-jasa besarnya inilah Dix dapat disebut sebagai tokoh besar
pada abad ke-19.
Tokoh
lain yang banyak pula memberikan jasanya pada ranah kesehatan mental adalah
Clifford Whittingham Beers (1876-1943). Beers pernah sakit mental dan dirawat
selama dua tahun dalam beberapa rumah sakit jiwa. Ia mengalami sendiri betapa
kejam dan kerasnya perlakuan serta cara penyembuhan atau pengobatan dalam
asylum-asylum tersebut. Sering ia didera dengan pukulan-pukulan dan
jotosan-jotosan, dan menerima hinaan-hinaan yang menyakitkan hati dari
perawat-perawat yang kejam. Dan banyak lagi perlakuan-perlakuan kejam yang
tidak berperi kemanusiaan dialaminya dalam rumah sakit jiwa tersebut. Setelah
dirawat selama dua tahun, beruntung Beers bisa sembuh.
Di
dalam bukunya ”A Mind That Found Itself”, Beers tidak hanya melontarkan
tuduhan-tuduhan terhadap tindakan-tindakan kejam dan tidak berperi kemanusiaan
dalam asylum-asylum tadi, tapi juga menyarankan program-program perbaikan yang
definitif pada cara pemeliharaan dan cara penyembuhannya. Pengalaman pribadinya
itu meyakinkan Beers bahwa penyakit mental itu dapat dicegah dan pada banyak
peristiwa dapat disembuhkan pula. Oleh keyakinan ini ia kemudian menyusun satu
program nasional, yang berisikan:
- Perbaikan dalam metode pemeliharaan dan penyembuhan para penderita mental.
- Kampanye memberikan informasi-informasi agar orang mau bersikap lebih inteligen dan lebih human atau berperikemanusiaan terhadap para penderita penyakit emosi dan mental.
- Memperbanyak riset untuk menyelidiki sebab-musabab timbulnya penyakit mental dan mengembangkan terapi penyembuhannya.
- Memperbesar usaha-usaha edukatif dan penerangan guna mencegah timbulnya penyakit mental dan gangguan-gangguan emosi.
William
James dan Adolf Meyer, para psikolog besar, sangat terkesan oleh uraian Beers
tersebut. Maka akhirnya Adolf Meyer-lah yang menyarankan agar ”Mental Hygiene”
dipopulerkan sebagai satu gerakan kemanusiaan yang baru. Dan pada tahun 1908
terbentuklah organisasi Connectitude Society for Mental Hygiene. Lalu
pada tahun 1909 berdirilah The National Committee for Mental Hygiene, dimana
Beers sendiri duduk di dalamnya hingga akhir hayatnya.[2]
KONSEP
SEHAT
DEFINISI SEHAT
Sehat
merupakan sebuah keadaan yang tidak hanya terbebas daripenyakit akan tetapi
juga meliputi seluruh aspek kehidupan manusia yang meliputi aspek fisik, emosi,
sosial dan spiritual. Menurut WHO (1947)Definisi Sehat Dalam Keperawatan Sehat
: Perwujudan individu yang diperoleh melalui kepuasan dalam berhubungan dengan
orang lain (Aktualisasi). Perilaku yang sesuai dengan tujuan, perawatan
diri yang kompeten sedangkan penyesesuaian diperlukan untuk mempertahankan
stabilitas dan integritas struktural. (Pender (1982))Sehat : Fungsi efektif
dari sumber-sumber perawatan diri (self care Resouces)yang menjamin tindakan
untuk perawatan diri ( self care Aktions) secara adekual.Self care Resoureces :
mencangkup pengetahuan, keterampilan dan sikap. Self care Aktions : Perilaku
yang sesuai dengan tujuan diperlukan untuk memperoleh, mempertahan kan dan
menigkatkan fungsi psicososial da piritual.(Paune (1983) Kesehatan menyatakan
bahwa: Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang
memungkinkan hidup produktif secara sosialdan ekonomi (UU No.23,1992)
CIRI-CIRI SEHAT
Kesehatan fisik terwujud apabila
sesorang tidak merasa dan mengeluh sakit atau tidak adanya keluhan dan
memang secara objektif tidak tampak sakit. Semua organ tubuh berfungsi
normal atau tidak mengalami gangguan.Kesehatan mental (jiwa) mencakup 3
komponen, yakni pikiran,emosional, dan spiritual.
1.Pikiran sehat tercermin dari cara
berpikir atau jalan pikiran.
2.Emosional sehat tercermin dari
kemampuan seseorang untuk mengekspresikan emosinya, misalnya takut,
gembira, kuatir, sedih dan sebagainya.
3.Spiritual sehat tercermin dari
cara seseorang dalam mengekspresikan rasasyukur, pujian, kepercayaan dan
sebagainya terhadap sesuatu di luar alam fanaini, yakni Tuhan Yang Maha Kuasa.
Misalnya sehat spiritual dapat dilihat dari praktik keagamaan seseorang.
4.Kesehatan sosial terwujud apabila
seseorang mampu berhubungan dengan orang lain atau kelompok lain secara baik,
tanpa membedakan ras, suku,agama atau kepercayan, status sosial, ekonomi,
politik, dan sebagainya, serta saling toleran dan menghargai.
5.Kesehatan dari aspek ekonomi
terlihat bila seseorang (dewasa) produktif,dalam arti mempunyai kegiatan yang
menghasilkan sesuatu yang dapat menyokong terhadap hidupnya sendiri atau
keluarganya secara finansial. Bagimereka yang belum dewasa (siswa atau
mahasiswa) dan usia lanjut (pensiunan), dengan sendirinya batasan ini
tidak berlaku. Oleh sebab itu, bagikelompok tersebut, yang berlaku adalah produktif
secara sosial, yakni mempunyai kegiatan yang berguna bagi kehidupan mereka
nanti, misalnya berprestasi bagi siswa atau mahasiswa, dan kegiatan sosial,
keagamaan, atau pelayanan kemasyarakatan lainnya bagi usia lanjut.
Aspek-aspek pendukung kesehatan
Banyak orang berpikir bahwa sehat
adalah tidak sakit, maksudnya apabila tidak ada gejala penyakit yang terasa
berarti tubuh kita sehat. Padahal pendapat itu kurang tepat. Ada kalanya
penyakit baru terasa setelah cukup parah, seperti kanker yg baru diketahui
setelah stadium 4. Apakah berarti sebelumnya penyakit kanker itu tidak
ada? Tentu saja ada, tetapi tidak terasa. Berarti tidak adanya gejala penyakit
bukan berarti sehat.Sesungguhnya sehat adalah suatu kondisi keseimbangan, di
mana seluruh sistem organ di tubuh kita bekerja dengan selaras. Faktor-faktor
yang mempengaruhi keselarasan tersebut berlangsung seterusnya adalah:
1.Nutrisi
yang lengkap dan seimbang
2.Istirahat
yang cukup
3.Olah
Raga yang teratur
4.Kondisi
mental, sosial dan rohani yang seimbang
5.Lingkungan
yang bersih
Apabila salah satu saja dari kelima
faktor ini tidak tercukupi, akan membuat keseimbangan kinerja organ tubuh
terganggu. Sesungguhnya tubuh memiliki mekanisme otomatis untuk
mengembalikan keseimbangan kesehatannya , akan tetapi apabila hal ini
berlangsung terus-menerus atau kekurangan tersebut dalam jumlah yg cukup besar,
maka tubuh tidak mampu mengembalikan keseimbangan, dan hal inilah yg kita
sebut sakit.Istimewanya tubuh manusia, walaupun dalam kondisi sakit tubuh
tersebut tetap dapat memulihkan dirinya sendiri. Untuk itu perlu dibantu
dengan memberikan nutrisi dalam jumlah yang memadai secara lengkap ditambah
dengan istirahat yang cukup. Dalam keadaan ini obat bukanlah faktor utama
pemulihan, karena ada sebagian orang yg dapat pulih dari sakit tanpa bantuan
obat, seperti misalnya penderita flu dan pilek. Obat dapat digunakan
untuk membantu mengurangi gejala, tetapi penggunaannya tidak
boleh berlebihan dan harus sesuai dengan petunjuk dokter.
PERBEDAAN KESEHATAN MENTAL KONSEP BARAT & KONSEP TIMUR
Budaya
Barat dan Timur ternyata memiliki perbedaan yang mendasar mengenai konsep
sehat-sakit. Perbedaan ini kemudian memengaruhi sistem pengobatan di kedua
kebudayaan. Akibatnya, pandangan mengenai kesehatan mental juga berbeda. Namun
dengan kemajuan teknologi dan komunikasi yang membuat relasi antar manusia
semakin mengglobal, pertemuan antara kedua budaya ini tidak lagi dapat
dihindari sehingga sekarang ini ditemui berbagai cara penanganan kesehatan yang
mencoba mengintegrasikan sistem pengobatan antara kedua kebudayaan.
Konsep
kesehatan mental berhubungan erat dengan efisiensi menta, dan kadang-kadang
kedua konsep tersebut disamakan. Sudah pasti kesehatan dalam bentuk apa pun
merupakan dasar untuk efisiensi, dan Jones melihat efisiensi sebagai salah satu
di antara ketiha segi kesehatan mental dan normalitas (kedua segi yang lain
adalah kebahagiaan dan adaptasi terhadap kenyataan). Tetapi konsep efisiensi
mempunyai arti sendiri, yakni pengunaan kapasitas-kapasitas untuk mencapai
hasil sebaik mungkin dalam keadaan yang ada pada waktu itu. Ada hubungan yang
jelas antara konsep penyesuaian diri dan kesehatan mental, tetapi hubungan
tersebut tidak mudah ditetapkan. Pasti kesehatan mental merupakan kondisi yang
sangat dibutuhkan untuk penyesuaian diri yang baik, dan demikian pula
sebaliknya. Apabila seseorang bermental sehat, maka sedikit kemungkinan ia akan
mengalami ketidakmampuan menyesuaikan diri yang berat. Kita dapt berkata bahwa
kesehatan mental adalah kunci untuk penyesuaian diri yang sehat (Scott, 1961)
Sejarah
kesehatan mencatat ternyata konsep sehat tidak jelas, lebih banyak ditemui
konsep tentang sakit. Ini membuat pemahaman tentang sehat dan kesehatan juga
mengalami kekacauan. Batasan tentang kesehatan yang tidak jelas mengakibatkan
manusia tidak memiliki pegangan yang baku untuk mencapai derajat kesehatan yang
harus dicapai.
Ada
perbedaan antara model kesehatan Barat dengan model kesehatan Timur. Barat
memandang kesehatan bersifat dualistik melihat tubuh manusia sebagai mesin dan
dipengaruhi oleh dominasi media. Sementara Timur lebih bersifat hilistik,
melihat kesehatan secara menyeluruh, saling mengait sehingga memengaruhi
cara-cara penanganan terhadap penyakit.
Meskipun
konsep sehat mental tidak lah jelas dan masik mengalami perkembangan, tapi ada
beberapa ciri tingkah laku sehat menjadi ciri standar untuk menunjukkan sehat
tidaknya individu melalui berbagai pendekatan dalam Kesehatan Mental.
Sumber :
Siswanto.
2007. Kesehatan Mental. Yogyakarta: Penerbit ANDI. 13-31
Semiun,
Yustinus OFM. 2006. Kesehatan Mental 1. Yogyakarta: Penerbit
Kanisius. 48-49
Hasan Langgulung, Teori-Teori Kesehatan Mental,
Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1986, hal. 50-76
Tidak ada komentar:
Posting Komentar