Minggu, 29 Maret 2015



SEJARAH PERKEMBANGAN KESEHATAN MENTAL
Setelah Perang Dunia II, perhatian masyarakat mengenai kesehatan jiwa semakin bertambah. Kesehatan mental bukan suatu hal yang baru bagi peradaban manusia. Pepatah Yunani tentang mens sana in confore sano merupakan satu indikasi bahwa masyarakat di zaman sebelum masehi pun sudah memperhatikan betapa pentingnya aspek kesehatan mental.
Yang tercatat dalam sejarah ilmu, khususnya di bidang kesehatan mental, kita dapat memahami bahwa gangguan mental itu telah terjadi sejak awal peradaban manusia dan sekaligus telah ada upaya-upaya mengatasinya sejalan dengan peradaban. Untuk lebih lanjutnya, berikut dikemukakan secara singkat tentang sejarah perkembangan kesehatan mental.
Seperti juga psikologi yang mempelajari hidup kejiwaan manusia, dan memiliki usia sejak adanya manusia di dunia, maka masalah kesehatan jiwa itupun telah ada sejak beribu-ribu tahun yang lalu dalam bentuk pengetahuan yang sederhana.
Beratus-ratus tahun yang lalu orang menduga bahwa penyebab penyakit mental adalah syaitan-syaitan, roh-roh jahat dan dosa-dosa. Oleh karena itu para penderita penyakit mental dimasukkan dalam penjara-penjara di bawah tanah atau dihukum dan diikat erat-erat dengan rantai besi yang berat dan kuat. Namun, lambat laun ada usaha-usaha kemanusiaan yang mengadakan perbaikan dalam  menanggulangi orang-orang yang terganggu mentalnya ini. Philippe Pinel di Perancis dan William Tuke dari Inggris adalah salah satu contoh orang yang berjasa dalam mengatasi dan menanggulangi orang-orang yang terkena penyakit mental. Masa-masa Pinel dan Tuke ini selanjutnya dikenal dengan masa pra ilmiah karena hanya usaha dan praksis yang mereka lakukan tanpa adanya teori-teori yang dikemukakan.[1]
Masa selanjutnya adalah masa ilmiah, dimana tidak hanya praksis yang dilakukan tetapi berbagai teori mengenai kesehatan mental dikemukakan. Masa ini berkembang seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan alam di Eropa.
Dorothea Dix merupakan seorang pionir wanita dalam usaha-usaha kemanusiaan berasal dari Amerika. Ia berusaha menyembuhkan dan memelihara para penderita penyakit mental dan orang-orang gila. Sangat banyak jasanya dalam memperluas dan memperbaiki kondisi dari 32 rumah sakit jiwa di seluruh negara Amerika bahkan sampai ke Eropa. Atas jasa-jasa besarnya inilah Dix dapat disebut sebagai tokoh besar pada abad ke-19.
Tokoh lain yang banyak pula memberikan jasanya pada ranah kesehatan mental adalah Clifford Whittingham Beers (1876-1943). Beers pernah sakit mental dan dirawat selama dua tahun dalam beberapa rumah sakit jiwa. Ia mengalami sendiri betapa kejam dan kerasnya perlakuan serta cara penyembuhan atau pengobatan dalam asylum-asylum tersebut. Sering ia didera dengan pukulan-pukulan dan jotosan-jotosan, dan menerima hinaan-hinaan yang menyakitkan hati dari perawat-perawat yang kejam. Dan banyak lagi perlakuan-perlakuan kejam yang tidak berperi kemanusiaan dialaminya dalam rumah sakit jiwa tersebut. Setelah dirawat selama dua tahun, beruntung Beers bisa sembuh.
Di dalam bukunya ”A Mind That Found Itself”, Beers tidak hanya melontarkan tuduhan-tuduhan terhadap tindakan-tindakan kejam dan tidak berperi kemanusiaan dalam asylum-asylum tadi, tapi juga menyarankan program-program perbaikan yang definitif pada cara pemeliharaan dan cara penyembuhannya. Pengalaman pribadinya itu meyakinkan Beers bahwa penyakit mental itu dapat dicegah dan pada banyak peristiwa dapat disembuhkan pula. Oleh keyakinan ini ia kemudian menyusun satu program nasional, yang berisikan:
  1. Perbaikan dalam metode pemeliharaan dan penyembuhan para penderita mental.
  2. Kampanye memberikan informasi-informasi agar orang mau bersikap lebih inteligen dan lebih human atau berperikemanusiaan terhadap para penderita penyakit emosi dan mental.
  3. Memperbanyak riset untuk menyelidiki sebab-musabab timbulnya penyakit mental dan mengembangkan terapi penyembuhannya.
  4. Memperbesar usaha-usaha edukatif dan penerangan guna mencegah timbulnya penyakit mental dan gangguan-gangguan emosi.
William James dan Adolf Meyer, para psikolog besar, sangat terkesan oleh uraian Beers tersebut. Maka akhirnya Adolf Meyer-lah yang menyarankan agar ”Mental Hygiene” dipopulerkan sebagai satu gerakan kemanusiaan yang baru. Dan pada tahun 1908 terbentuklah organisasi Connectitude Society for Mental Hygiene. Lalu pada tahun 1909 berdirilah The National Committee for Mental Hygiene, dimana Beers sendiri duduk di dalamnya hingga akhir hayatnya.[2]
KONSEP SEHAT
DEFINISI SEHAT
Sehat merupakan sebuah keadaan yang tidak hanya terbebas daripenyakit akan tetapi juga meliputi seluruh aspek kehidupan manusia yang meliputi aspek fisik, emosi, sosial dan spiritual. Menurut WHO (1947)Definisi Sehat Dalam Keperawatan Sehat : Perwujudan individu yang diperoleh melalui kepuasan dalam berhubungan dengan orang lain (Aktualisasi). Perilaku yang sesuai dengan tujuan, perawatan diri yang kompeten sedangkan penyesesuaian diperlukan untuk mempertahankan stabilitas dan integritas struktural. (Pender (1982))Sehat : Fungsi efektif dari sumber-sumber perawatan diri (self care Resouces)yang menjamin tindakan untuk perawatan diri ( self care Aktions) secara adekual.Self care Resoureces : mencangkup pengetahuan, keterampilan dan sikap. Self care Aktions : Perilaku yang sesuai dengan tujuan diperlukan untuk memperoleh, mempertahan kan dan menigkatkan fungsi psicososial da piritual.(Paune (1983) Kesehatan menyatakan bahwa: Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosialdan ekonomi (UU No.23,1992)

CIRI-CIRI SEHAT
Kesehatan fisik terwujud apabila sesorang tidak merasa dan mengeluh sakit atau tidak adanya keluhan dan memang secara objektif tidak tampak sakit. Semua organ tubuh berfungsi normal atau tidak mengalami gangguan.Kesehatan mental (jiwa) mencakup 3 komponen, yakni pikiran,emosional, dan spiritual.

1.Pikiran sehat tercermin dari cara berpikir atau jalan pikiran.

2.Emosional sehat tercermin dari kemampuan seseorang untuk mengekspresikan emosinya, misalnya takut, gembira, kuatir, sedih dan sebagainya.

3.Spiritual sehat tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan rasasyukur, pujian, kepercayaan dan sebagainya terhadap sesuatu di luar alam fanaini, yakni Tuhan Yang Maha Kuasa. Misalnya sehat spiritual dapat dilihat dari praktik keagamaan seseorang.

4.Kesehatan sosial terwujud apabila seseorang mampu berhubungan dengan orang lain atau kelompok lain secara baik, tanpa membedakan ras, suku,agama atau kepercayan, status sosial, ekonomi, politik, dan sebagainya, serta saling toleran dan menghargai.

5.Kesehatan dari aspek ekonomi terlihat bila seseorang (dewasa) produktif,dalam arti mempunyai kegiatan yang menghasilkan sesuatu yang dapat menyokong terhadap hidupnya sendiri atau keluarganya secara finansial. Bagimereka yang belum dewasa (siswa atau mahasiswa) dan usia lanjut (pensiunan), dengan sendirinya batasan ini tidak berlaku. Oleh sebab itu, bagikelompok tersebut, yang berlaku adalah produktif secara sosial, yakni mempunyai kegiatan yang berguna bagi kehidupan mereka nanti, misalnya berprestasi bagi siswa atau mahasiswa, dan kegiatan sosial, keagamaan, atau pelayanan kemasyarakatan lainnya bagi usia lanjut.

 Aspek-aspek pendukung kesehatan

Banyak orang berpikir bahwa sehat adalah tidak sakit, maksudnya apabila tidak ada gejala penyakit yang terasa berarti tubuh kita sehat. Padahal pendapat itu kurang tepat. Ada kalanya penyakit baru terasa setelah cukup parah, seperti kanker yg baru diketahui setelah stadium 4. Apakah berarti sebelumnya penyakit kanker itu tidak ada? Tentu saja ada, tetapi tidak terasa. Berarti tidak adanya gejala penyakit bukan berarti sehat.Sesungguhnya sehat adalah suatu kondisi keseimbangan, di mana seluruh sistem organ di tubuh kita bekerja dengan selaras. Faktor-faktor yang mempengaruhi keselarasan tersebut berlangsung seterusnya adalah:

1.Nutrisi yang lengkap dan seimbang
2.Istirahat yang cukup
3.Olah Raga yang teratur
4.Kondisi mental, sosial dan rohani yang seimbang
5.Lingkungan yang bersih
Apabila salah satu saja dari kelima faktor ini tidak tercukupi, akan membuat keseimbangan kinerja organ tubuh terganggu. Sesungguhnya tubuh memiliki mekanisme otomatis untuk mengembalikan keseimbangan kesehatannya , akan tetapi apabila hal ini berlangsung terus-menerus atau kekurangan tersebut dalam jumlah yg cukup besar, maka tubuh tidak mampu mengembalikan keseimbangan, dan hal inilah yg kita sebut sakit.Istimewanya tubuh manusia, walaupun dalam kondisi sakit tubuh tersebut tetap dapat memulihkan dirinya sendiri. Untuk itu perlu dibantu dengan memberikan nutrisi dalam jumlah yang memadai secara lengkap ditambah dengan istirahat yang cukup. Dalam keadaan ini obat bukanlah faktor utama pemulihan, karena ada sebagian orang yg dapat pulih dari sakit tanpa bantuan obat, seperti misalnya penderita flu dan pilek. Obat dapat digunakan untuk membantu mengurangi gejala, tetapi penggunaannya tidak boleh berlebihan dan harus sesuai dengan petunjuk dokter.

PERBEDAAN KESEHATAN MENTAL KONSEP BARAT & KONSEP TIMUR

Budaya Barat dan Timur ternyata memiliki perbedaan yang mendasar mengenai konsep sehat-sakit. Perbedaan ini kemudian memengaruhi sistem pengobatan di kedua kebudayaan. Akibatnya, pandangan mengenai kesehatan mental juga berbeda. Namun dengan kemajuan teknologi dan komunikasi yang membuat relasi antar manusia semakin mengglobal, pertemuan antara kedua budaya ini tidak lagi dapat dihindari sehingga sekarang ini ditemui berbagai cara penanganan kesehatan yang mencoba mengintegrasikan sistem pengobatan antara kedua kebudayaan.

Konsep kesehatan mental berhubungan erat dengan efisiensi menta, dan kadang-kadang kedua konsep tersebut disamakan. Sudah pasti kesehatan dalam bentuk apa pun merupakan dasar untuk efisiensi, dan Jones melihat efisiensi sebagai salah satu di antara ketiha segi kesehatan mental dan normalitas (kedua segi yang lain adalah kebahagiaan dan adaptasi terhadap kenyataan). Tetapi konsep efisiensi mempunyai arti sendiri, yakni pengunaan kapasitas-kapasitas untuk mencapai hasil sebaik mungkin dalam keadaan yang ada pada waktu itu. Ada hubungan yang jelas antara konsep penyesuaian diri dan kesehatan mental, tetapi hubungan tersebut tidak mudah ditetapkan. Pasti kesehatan mental merupakan kondisi yang sangat dibutuhkan untuk penyesuaian diri yang baik, dan demikian pula sebaliknya. Apabila seseorang bermental sehat, maka sedikit kemungkinan ia akan mengalami ketidakmampuan menyesuaikan diri yang berat. Kita dapt berkata bahwa kesehatan mental adalah kunci untuk penyesuaian diri yang sehat (Scott, 1961)


Sejarah kesehatan mencatat ternyata konsep sehat tidak jelas, lebih banyak ditemui konsep tentang sakit. Ini membuat pemahaman tentang sehat dan kesehatan juga mengalami kekacauan. Batasan tentang kesehatan yang tidak jelas mengakibatkan manusia tidak memiliki pegangan yang baku untuk mencapai derajat kesehatan yang harus dicapai.

Ada perbedaan antara model kesehatan Barat dengan model kesehatan Timur. Barat memandang kesehatan bersifat dualistik melihat tubuh manusia sebagai mesin dan dipengaruhi oleh dominasi media. Sementara Timur lebih bersifat hilistik, melihat kesehatan secara menyeluruh, saling mengait sehingga memengaruhi cara-cara penanganan terhadap penyakit.

Meskipun konsep sehat mental tidak lah jelas dan masik mengalami perkembangan, tapi ada beberapa ciri tingkah laku sehat menjadi ciri standar untuk menunjukkan sehat tidaknya individu melalui berbagai pendekatan dalam Kesehatan Mental.

Sumber            :
Siswanto. 2007. Kesehatan Mental. Yogyakarta: Penerbit ANDI. 13-31
Semiun, Yustinus OFM. 2006. Kesehatan Mental 1. Yogyakarta: Penerbit Kanisius. 48-49
Hasan Langgulung, Teori-Teori Kesehatan Mental, Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1986, hal. 50-76